Translate

Minggu, 11 Maret 2012

Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)

Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan
(Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia)



ABSTRACT
This research aims at analyzing the influence of job motivation, leadership, and corporate culture
toward employee job satisfaction, and their impact to the corporate performance. The proposed hypotheses:
The job motivation have significance influence to the employee’s job satisfaction, The leadership have
significance influence to the employee’s job satisfaction, The organizational culture have significance
influence to the employee’s job satisfaction, The work motivation have significance influence to the corporate
performance, The leadership have significance influence to the corporate performance, The organizational
culture have significance influence to the corporate performance, The employee’s job satisfaction have
significance influence to the corporate performance. The result of the research has evidenced that job
motivation, leadership, and organizational culture are significantly related to the employee’s job satisfaction.
Leadership, however, is negatively related to the employee’s job satisfaction. Job motivation is not
significantly related to the corporate performance influenced by the intervening variable is employee’s job
satisfaction. Leadership and organizational culture are significantly related to the corporate performance.
From this result, there are two main conclutions that can be drawn in this study. First, the job motivation can
not be related directly to the corporate performance if it is not connected by the employee’s job satisfaction
variable. And the second conclution is that the leaderhip is negatively related to the employee’s job
satisfaction.
Keywords: job motivation, leadership, organizational culture, employee’s job satisfaction, and corporate
performance.

PENDAHULUAN
          Lingkungan bisnis dewasa ini yang tumbuh dan
berkembang dengan sangat dinamis, sangat memerlukan
adanya sistem manajemen yang efektif dan
efisien artinya dapat dengan mudah berubah atau
menyesuaikan diri dan dapat mengakomodasikan
setiap perubahan baik yang sedang dan telah terjadi
dengan cepat, tepat dan terarah serta biaya yang
murah. Dengan demikian, organisasi sudah tidak lagi
dipandang sebagai sistem tertutup (closed-system)
tetapi organisasi merupakan sistem terbuka (openedsystem)
yang harus dapat merespon dan mengakomodasikan
berbagai perubahan eksternal dengan
cepat dan efisien.
         Krisis ekonomi yang berdampak pada lesunya
iklim dunia usaha mengakibatkan banyak perusahaan
harus melakukan upaya perampingan atau konsolidasi
internal lainnya sebagai upaya penghematan keuangan
untuk dapat mempertahankan kelangsungan
hidup (survive) dan mencapai pertumbuhan (growth)
melalui kinerja yang efektif dan efisien. Kelangsungan
hidup dan pertumbuhan dari suatu perusahaan
bukan hanya ditentukan dari keberhasilan dalam
mengelola keuangan yang berdasarkan pada kekuatan
modal atau uang semata, tetapi juga ditentukan dari
keberhasilannya mengelola sumber daya manusia.
Pengelolaan sumber daya manusia yang dimaksudkan
adalah bahwa perusahaan harus mampu untuk
menyatukan persepsi atau cara pandang karyawan
dan pimpinan perusahaan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan antara lain melalui pembentukan
mental bekerja yang baik dengan dedikasi dan
loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya, memberikan
motivasi kerja, bimbingan, pengarahan dan
koordinasi yang baik dalam bekerja oleh seorang
pemimpin kepada bawahannya.
        Menciptakan kepuasan kerja karyawan adalah
tidak mudah karena kepuasan kerja dapat tercipta jika
variabel-variabel yang mempengaruhinya antara lain
motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya organisasi/
perusahaan dapat diakomodasikan dengan baik dan
diterima oleh semua karyawan di dalam suatu
organisasi/perusahaan. Gibson (1996) dalam Ermayanti
(2001:3) dan Brahmasari (2005:96), mengemukakan
bahwa kinerja organisasi tergantung dari
kinerja individu atau dengan kata lain kinerja individu
akan memberikan kontribusi pada kinerja organisasi,

      artinya bahwa perilaku anggota organisasi baik secara
individu maupun kelompok memberikan kekuatan
atas kinerja organisasi sebab motivasinya akan
mempengaruhi pada kinerja organisasi.
Sujak (1990) dalam Ermayanti (2001:3),
mengemukakan bahwa pemahaman motivasi, baik
yang ada dalam diri karyawan maupun yang berasal
dari lingkungan akan dapat membantu dalam
peningkatan kinerja. Dalam hal ini seorang manajer
perlu mengarahkan motivasi dengan menciptakan
kondisi (iklim) organisasi melalui pembentukan
budaya kerja atau budaya organisasi sehingga para
karyawan merasa terpacu untuk bekerja lebih keras
agar kinerja yang dicapai juga tinggi. Pemberian
motivasi harus diarahkan dengan baik menurut
prioritas dan dapat diterima dengan baik oleh
karyawan, karena motivasi tidak dapat diberikan
untuk setiap karyawan dengan bentuk yang berbedabeda.
Salah satu elemen yang bernilai penting dalam
sistem manajemen perusahaan selain motivasi kerja
kepada para karyawan adalah kepemimpinan
(leadership). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kepemimpinan sangat diperlukan
untuk meningkatkan daya saing perusahaan secara
berkelanjutan. Kepemimpinan adalah suatu proses
dimana seseorang dapat menjadi pemimpin (leader)
melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat
mempengaruhi yang dipimpinnya (followers) dalam
rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan
menganalisis pengaruh:
1. Pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Pei Hai International Wiratama
Indonesia.
2. Pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Pei Hai International Wiratama
Indonesia.
3. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan
kerja karyawan PT. Pei Hai International Wiratama
Indonesia.
4. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja perusahaan
PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia.
5. Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja
perusahaan PT. Pei Hai International Wiratama
Indonesia.
6. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
perusahaan PT. Pei Hai International Wiratama
Indonesia.
7. Pengaruh kepuasan kerja karyawan dengan
kinerja perusahaan PT. Pei Hai International
Wiratama Indonesia.

LANDASAN TEORI
Motivasi Kerja
Robbin (2002:55) mengemukakan bahwa motivasi
adalah keinginan untuk melakukan sebagai
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang
tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi
suatu kebutuhan individual.
Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam
kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya
dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja
mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer.
Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: (1)
Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro
quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh
pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi
ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat
kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi
juga bersifat psikologis, (3) Tidak ada titik jenuh
dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan
karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan,
mengakibatkan tidak adanya satupun teknik
motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang
dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu
dan kondisi yang berbeda-beda.
Radig (1998), Soegiri (2004:27-28) dalam
Antoni (2006:24) mengemukakan bahwa pemberian
dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting
dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan
sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh
manajemen. Hubungan motivasi, gairah kerja dan
hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti
dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka
gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja
akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang
ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk
motivasi dapat dilihat antara lain dari tingkat
kehadiran karyawan, tanggung jawab terhadap waktu
kerja yang telah ditetapkan.
Mangkunegara (2005:101) mengemukakan bahwa
terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai
yaitu: (1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai,
artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan
fundamen yang mendasari perilaku kerja. (2)
Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan
salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang
dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara
ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah
“AIDDAS” yaitu Attention (perhatian), Interest
(minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action
(aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan).
Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus mem
JURNAL
MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.10, NO. 2, SEPTEMBER 2008: 124-135
126
berikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya
tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai
terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya
maka hasratnya akan menjadi kuat untuk
mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja
dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh
pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja
dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap
hasil kerjanya.
Kepemimpinan
DuBrin (2005:3) mengemukakan bahwa kepemimpinan
itu adalah upaya mempengaruhi banyak
orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan,
cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau
perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain
bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan
positif, kekuatan dinamis penting yang
memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam
rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan
rasa percaya diri dan dukungan diantara
bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.
Siagian (2002:62) mengemukakan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian
rupa sehingga orang lain itu mau melakukan
kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu
mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004:64)
mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership
adalah merupakan suatu proses mempengaruhi
perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan
dikehendaki. Robbins (1996:39) mengemukakan
bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah
tercapainya tujuan.
Siagian (2002:66) mengemukakan bahwa peranan
pemimpin atau kepemimpinan dalam
organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu
peranan yang bersifat interpersonal, peranan yang
bersifat informasional, dan peran pengambilan
keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang
bersifat interpersonal dalam organisasi adalah bahwa
seorang pemimpin dalam perusahaan atau organisasi
merupakan simbol akan keberadaan organisasi,
seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi
dan memberikan arahan kepada bawahan, dan
seorang pemimpin mempunyai peran sebagai
penghubung. Peranan yang bersifat informasional
mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam
organisasi mempunyai peran sebagai pemberi,
penerima dan penganalisa informasi. Sedangkan
peran pemimpin dalam pengambilan keputusan
mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran
sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa
strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan
inovasi, mengambil peluang atau kesempatan
dan bernegosiasi dan menjalankan usaha
dengan konsisten.
Mintzberg dalam Luthans (2002) dan Sutiadi
(2003:4) mengemukakan bahwa peran kepemimpinan
dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi,
motivator, penganalis, dan penguasaan pekerjaan.
Yasin (2001:6) mengemukakan bahwa keberhasilan
kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian
besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau
pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak
organisasi untuk investasi energi yang diperlukan
maupun usaha-usaha pribadi pimpinan.
Anoraga et al. (1995) dalam Tika (2006:64)
mengemukakan bahwa ada sembilan peranan kepemimpinan
seorang dalam organisasi yaitu pemimpin
sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat
kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin sebagai
pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin
sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin
sebagai teladan dan lambang atau simbol, pemimpin
sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan
pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain.
Budaya Organisasi
Seperti halnya pengertian motivasi dan kepemimpinan,
pengertian budaya organisasi banyak diungkapkan
oleh para ilmuwan yang merupakan ahli
dalam ilmu budaya organisasi, namun masih sedikit
kesepahaman tentang arti konsep budaya organisasi
atau bagaimana budaya organisasi harus diobservasi
dan diukur (Brahmasari, 2004). Lebih lanjut Brahmasari
(2004:16) mengemukakan bahwa hal tersebut
dikarenakan oleh kurangnya kesepahaman tentang
formulasi teori tentang budaya organisasi, gambarannya,
dan kemungkinan hubungannya dengan dampak
kinerja.
Ndraha (2003:4) dalam Brahmasari (2004:12)
mengemukakan bahwa budaya perusahaan (corporate
culture) merupakan aplikasi dari budaya
organisasi (organizational culture) terhadap badan
usaha atau perusahaan. Kedua istilah ini sering
dipergunakan untuk maksud yang sama secara
bergantian. Marcoulides dan Heck (1993) dalam
Brahmasari (2004:16) mengemukakan bahwa budaya
organisasi sebagai suatu konsep dapat menjadi suatu
sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan
organisasi, strategi dan organisasi tugas, serta dampak
yang dihasilkan. Tanpa ukuran yang valid dan reliabel
dari aspek kritis budaya organisasi, maka pernyataan
tentang dampak budaya pada kinerja akan terus
Brahmasari: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
127
berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan
studi kasus.
Glaser et al. (1987) dalam Koesmono (2005:9)
mengemukakan bahwa budaya organisasional seringkali
digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama.
Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritualritual,
dan mitor-mitos yang berkembang dari waktu
ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang
menyatukan organisasi. Hofstede (1986:21) dalam
Koesmono (2005:9) mengemukakan bahwa budaya
dapat didefinisikan sebagai berbagai interaksi dari
ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi kelompokkelompok
orang dalam lingkungannya. Tika
(2006:16) mengemukakan bahwa dalam pembentukan
budaya organisasi ada ua hal penting yang
harus diperhatikan yaitu unsur-unsur pembentuk
budaya organisasi dan proses pembentukan budaya
organisasi itu sendiri.
Sementara itu Robbins (1996) dalam Tika
(2006:20-21) menjelaskan mengenai 3 (tiga) kekuatan
untuk mempertahankan suatu budaya organisasi
sebagai berikut: (1) Praktik seleksi, proses seleksi
bertujuan mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan
pekerjaan dengan sukses dalam organisasi. (2)
Manajemen puncak, tindakan manajemen puncak
mempunyai dampak besar pada budaya organisasi.
Ucapan dan perilaku mereka dalam melaksanakan
norma-norma sangat berpengaruh terhadap anggota
organisasi. (3) Sosialisasi, sosialisasi dimaksudkan
agar para karyawan baru dapat menyesuaikan diri
dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi ini
meliputi tiga tahap yaitu tahap kedatangan, tahap
pertemuan, dan tahap metromofis.
Selanjutnya Tika (2006:21) memberikan kesimpulan
tentang proses pembentukan budaya
organisasi melalui 4 (empat) tahapan, yaitu tahap
pertama terjadinya interaksi antar pimpinan atau
pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan
dalam organisasi. Pada tahap kedua adalah dari
interaksi menimbulkan ide yang ditransformasikan
menjadi artifak, nilai, dan asumsi. Tahap ketiga
adalah bahwa artifak, nilai, dan asumsi akan
diimplementasikan sehingga membentuk budaya
organisasi. Tahap terakhir adalah bahwa dalam
rangka mempertahankan budaya organisasi dilakukan
pembelajaran (learning) kepada anggota baru dalam
organisasi.
Hofstide (1997) dalam Munandar, Sjabadhyni,
dan Wutun (2004:20) mengemukakan bahwa budaya
organisasi mempunyai 5 (lima) ciri-ciri pokok yaitu:
(1) Budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang
integral dan saling terkait, (2) Budaya organisasi
merupakan refleksi sejarah dari organisasi yang
bersangkutan, (3) Budaya organisasi berkaitan dengan
hal-hal yang dipelajari oleh para antropolog, seperti
ritual, simbol, ceritera, dan ketokohan, (4) Budaya
organisasi dibangun secara sosial, dalam pengertian
bahwa budaya organisasi lahir dari konsensus
bersama dari sekelompok orang yang mendirikan
organisasi tersebut, (5) Budaya organisasi sulit
diubah.
Kepuasan Kerja
Werther dan Davis (1986) dalam Prabowo
(2003) dan Munandar, Sjabadhyni, Wutun (2004:73)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah kondisi
kesukaan atau ketidaksukaan menurut pandangan
karyawan terhadap pekerjaannya. Dole dan Schroeder
(2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan
bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai
perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan
pekerjaannya. Testa (1999) dan Locke (1983) dalam
Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan
kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi
yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan
atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Lebih lanjut
Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan
kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap
seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan
berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis
pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja,
hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja
adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan
kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam
Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa kepuasan
kerja merupakan bagian dari proses motivasi.
Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan
dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan
dan hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu,
tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat
ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota
organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi,
kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan
keluahan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi.
Robbins (2001:148) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan
menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan,
mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi
standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering
kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti
penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap
puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.10, NO. 2, SEPTEMBER 2008: 124-135

merupakan penjumlahan yang runit dari sejumlah
unsur pekerjaan yang diskrit (terbedakan dan
terpisahkan satu sama lain).
Menurut Ramayah (2001) dan Janssen (2001)
dalam Koesmono (2005:28) mengemukakan bahwa
seorang manajer akan sangat peduli pada aspek
kepuasan kerja, karena mempunyai tanggung jawab
moral apakah dapat memberikan lingkungan yang
memuaskan kepada karyawannya dan percaya bahwa
perilaku pekerja yang puas akan membuat kontribusi
yang positif terhadap organisasi. Para manajer
merasakan usaha dan kinerja mereka berhasil apabila
keadilan dalam penghargaan memberikan tingkat
kepuasan kerja dan kinerja. Situasi pekerjaan yang
seimbang akan meningkatkan perasaan dalam kontrol
terhadap kehidupan kerja dan menghasilkan kepuasan
kerja. Sehingga para manajer mempunyai tanggung
jawab untuk meningkatkan kepuasan kerja para
bawahannya agar dapat memberikan kontribusi yang
positif pada organisasinya.
Davis (1985) dalam Mangkunegara (2005:117)
mengemukakan bahwa job satisfaction is related to a
number of major employee variables, such as
turnover, absences, age, occupation, and size of the
organization in which an employee works. Berdasar
pendapat tersebut, Mangkunegara (2005:117)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan
dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat
absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran
organisasi perusahaan. Kepuasan kerja berhubungan
dengan turnover mengandung arti bahwa kepuasan
kerja yang tinggi selalu dihubungkan dengan turnover
pegawai yang rendah, dan sebaliknya jika pegawai
banyak yang merasa tidak puas maka turnover
pegawai tinggi. Kepuasan kerja berhubungan dengan
tingkat absensi (kehadiran) mengandung arti bahwa
pegawai yang kurang puas cenderung tingkat
ketidakhadirannya tinggi. Kepuasan kerja berhubungan
dengan umur mengandung arti bahwa
pegawai yang cenderung lebih tua akan merasa lebih
puas daripada pegawai yang berumur relatif lebih
muda, karena diasumsikan bahwa pegawai yang tua
lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan
lingkungan pekerjaan dan pegawai dengan usia muda
biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang
dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya
dengan realita kerja terdapat kesenjangan atau
ketidak-seimbangan dapat menyebabkan mereka
menjadi tidak puas. Kepuasan kerja dihubungkan
dengan tingkat pekerjaan mengandung arti bahwa
pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang
lebih tinggi cenderung lebih puas daripada pegawai
yang menduduki pekerjaan yang lebih rendah, karena
pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi
menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif
dalam mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam
bekerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan ukuran
organisasi perusahaan mengandung arti bahwa besar
kecilnya perusahaan dapat mempengaruhi proses
komunikasi, koordinasi, dan partisipasi pegawai
sehingga dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan.
Mangkunegara (2005:120) mengemukakan bahwa
ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan
faktor pekerjaannya. Faktor yang ada pada diri
pegawai yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus,
umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan,
pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi,
cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. Sedangkan
faktor pekerjaan yaitu jenis pekerjaan, struktur
organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu
pengawasan, jaminan keuangan, kesempatan promosi
jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Kinerja
Setiap manusia mempunyai potensi untuk
bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas. Kemampuan
bertindak itu dapat diperoleh manusia baik
secara alami (ada sejak lahir) atau dipelajari. Walaupun
manusia mempunyai potensi untuk berperilaku
tertentu tetapi perilaku itu hanya diaktualisasi pada
saat-saat tertentu saja. Potensi untuk berperilaku
tertentu itu disebut ability (kemampuan), sedangkan
ekspresi dari potensi ini dikenal sebagai performance
(kinerja).
Hasibuan dalam Sujak (1990) dan Sutiadi
(2003:6) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan
serta waktu. Dengan kata lain bahwa kinerja
adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. Selanjutnya As’ad
dalam Agustina (2002) dan Sutiadi (2003:6) mengemukakan
bahwa kinerja seseorang merupakan ukuran
sejauh mana keberhasilan seseorang dalam
melakukan tugas pekerjaannya. Ada 3 (tiga) faktor
utama yang berpengaruh pada kinerja yaitu individu
(kemampuan bekerja), usaha kerja (keinginan untuk
bekerja), dan dukungan organisasional (kesempatan
untuk bekerja).
Cash dan Fischer (1987) dalam Thoyib (2005:10)
mengemukakan bahwa kinerja sering disebut dengan
performance atau result yang diartikan dengan apa
yang telah dihasilkan oleh individu karyawan. Kinerja
Brahmasari: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
129
dipengaruhi oleh kinerja organisasi (organizational
performance) itu sendiri yang meliputi pengembangan
organisasi (organizational development),
rencana kompensasi (compensation plan), sistem
komunikasi (communication system), gaya manajerial
(managerial style), struktur organisasi (organization
structure), kebijakan dan prosedur (policies and
procedures). Robbins (2003) dalam Thoyib (2005:10)
mengemukakan bahwa istilah lain dari kinerja adalah
human output yang dapat diukur dari produktivitas,
absensi, turnover, citizenship, dan satisfaction.
Sedangkan Baron dan Greenberg (1990) dalam
Thoyib (2005:10) mengemukakan bahwa kinerja
pada individu juga disebut dengan job performance,
work outcomes, task performance.
Brahmasari (2004:64) mengemukakan bahwa
kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang
dapat berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif,
kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan, atau hal-hal
lain yang diinginkan oleh organisasi. Penekanan
kinerja dapat bersifat jangka pendek maupun jangka
panjang, juga dapat pada tingkatan individu,
kelompok ataupun organisasi. Manajemen kinerja
merupakan suatu proses yang dirancang untuk
menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan
individu, sehingga kedua tujuan tersebut bertemu.
Kinerja juga dapat merupakan tindakan atau
pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh
seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat
diukur.
Tika (2006:121) mengemukakan bahwa ada 4
(empat) unsur-unsur yang. terdapat dalam kinerja
adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan, faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap prestasi karyawan, pencapaian
tujuan organisasi, dan periode waktu tertentu.
Hipotesis
H1 : Motivasi kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
H2 : Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
H3 : Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
H4 : Motivasi kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
H5 : Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
H6 : Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
H7 : Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan dengan kinerja perusahaan.
Kerangka Konseptual Penelitian
Motivasi Kerja
Kepemimpinan
Budaya Organisasi
Kepuasan Kerja
Karyawan
Kinerja Perusahaan
H4
H1
H2
H3
H5
H6
H7
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan
(Explanatory research) yang akan membuktikan
hubungan kausal antara variabel bebas (independent
variable) yaitu variabel motivasi kerja, variabel
kepemimpinan, dan variabel budaya organisasi;
variabel antara (intervening variable) yaitu variabel
kepuasan kerja karyawan; dan variabel terikat
(dependent variable) yaitu kinerja perusahaan. Serta
penelitian korelasional, yaitu penelitian yang berusaha
untuk melihat apakah antara dua variabel atau lebih
memiliki hubungan atau tidak, dan seberapa besar
hubungan itu serta bagaimana arah hubungan tersebut
(Indriyantoro dan Supomo (1999) dalam Yasa,
2006:29).
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini menurut jenisnya
merupakan populasi yang terbatas dan menurut
sifatnya merupakan populasi yang homogen. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Pei
Hai International Wiratama Indonesia di Surabaya
dan Jombang sejumlah 1.737 orang pegawai.
Teknik Pengambilan dan Besar Sampel
Penelitian ini menarik sampel dengan menggunakan
metode atau teknik simple random sampling
(teknik sampel sederhana), dimana jumlah sampel
ditentukan dengan menggunakan rumus dari Taro
Yamane dalam Riduan dan Akdon (2006:249) yaitu n
= N : ((N x d²) + 1), dimana n adalah jumlah sampel,
N adalah jumlah populasi, dan d² adalah tingkat
presisi atau akurasi yang ditetapkan (=5%), sehingga
besarnya sampel adalah sebanyak 325 orang pegawai.
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.10, NO. 2, SEPTEMBER 2008: 124-135
130
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Motivasi Kerja (X1)
Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku
yang berhubungan dengan lingkungan kerja
(McCormick, 1985:268 dalam Mangkunegara,
2005:94).
Variabel motivasi kerja ini secara operasional
diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator, yaitu:
kebutuhan berprestasi (need for achievement),
kebutuhan fisik (psycological need), dan kebutuhan
rasa aman (safety need).
Kepemimpinan (X2)
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi
orang lain kearah tujuan organisasi (Bartol, 1991
dalam Tika, 2006:63).
Variabel kepemimpinan ini secara operasional
diukur dengan menggunakan 4 (empat) indikator
yang diadopsi dari teori kepemimpinan situasional
Hersey-Blanchard dalam Robbins (1996:45) dan
Wirjana dan Supardo (2005:48) yaitu sebagai berikut:
(1) Telling (kemampuan untuk memberitahu anggota
apa yang harus mereka kerjakan), (2) Selling
(kemampuan menjual/memberikan ide-ide kepada
anggota), (3) Participating (kemampuan berpartisipasi
dengan anggota), dan (4) Delegating (kemampuan
mendelegasikan kepada anggota).
Budaya Organisasi (X3).
Budaya Organisasi adalah suatu pola asumsi
dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan
oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan
oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggotaanggota
baru sebagai cara yang tepat memahami,
memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah
tersebut (Schein dalam Tika, 2006:2).
Variabel budaya organisasi ini secara operasional
diukur dengan menggunakan 6 (enam) indikator yang
diadopsi dari karakteristik budaya organisasi menurut
Robbins (1990:480) dalam Brahmasari (2004:108-
118), yaitu: (1) Nilai-nilai organisasi, (2) Dukungan
manajemen, (3) Sistem imbalan, (4) Toleransi dalam
berbagi kesalahan sebagai peluang untuk belajar, (5)
Orientasi pada rincian (detil) pekerjaan, (6) Orientasi
pada tim.
Kepuasan Kerja Karyawan (Z).
Kepuasan kerja karyawan adalah sebagai suatu
sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya
(Robbins, 2001:148).
Variabel kepuasan kerja karyawan ini secara
operasional diukur dengan menggunakan 4 (empat)
indikator yang diadopsi dari teori dua faktor Herzberg
dalam Mangkunegara (2005:121-122), yaitu: (1)
Kompensasi, (2) Kondisi kerja, (3) Sistem administrasi
dan kebijakan perusahaan, (4) Kesempatan untuk
berkembang.
Kinerja Perusahaan (Y).
Kinerja perusahaan adalah merupakan hasil kerja
yang secara kualitas dan kuantitas dapat dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara,
2001 dalam Koesmono, 2005:28).
Variabel kinerja perusahaan ini secara operasional
diukur dengan menggunakan 4 (dua) indikator
yang diadopsi dari Brahmasari (2004:121-122), yaitu:
(1) Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan
efisiensi penggunaan sumber daya manusia yang
dimiliki, (2) Kemampuan perusahaan dalam
meningkatkan efisiensi penggunaan seluruh waktu
yang dimiliki, (3) Kemampuan perusahaan dalam
beradaptasi terhadap perubahan, (4) Kemampuan
perusahaan dalam mencapai target yang telah
ditetapkan.
Instrumen Penelitian
Pengukuran variabel bebas, variabel antara, dan
variabel terikat dalam kuisioner adalah menggunakan
skala Likert dengan skala penilaian (skor) 1 sampai
dengan 5, dengan variasi jawaban untuk masingmasing
item pertanyaan adalah ”sangat setuju/
mampu”, ”setuju/mampu”, ”cukup setuju/cukup
mampu”, ”tidak setuju/tidak mampu” dan ”sangat
tidak setuju/sangat tidak mampu”. Masing-masing
pilihan jawaban diberi nilai 1 untuk jawaban ekstrim
negatif dan nilai 5 untuk jawaban ekstrim positif.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan diambil dalam penelitian ini
adalah berupa data primer sedangkan metode
pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang
diberikan kepada responden secara langsung
(Sugiyono, 2005:135).
Brahmasari: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
131
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penelitian
Validitas instrumen dalam penelitian ini diuji
dengan cara menghitung korelasi Pearson dari skor
tiap item pertanyaan dengan skor totalnya. Sedangkan
untuk reliabilitas menggunakan Alpha Chronbach
>0,60.
Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Dalam perhitungan pengolahan data, peneliti
mempergunakan alat bantu yang berupa program
aplikasi komputer yaitu SPSS versi 13.0 dan AMOS
versi 4.0.
HASIL ANALISIS DATA
Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran
dari keberadaan responden yang terlibat dalam
penelitian yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia,
pendidikan terakhir, masa kerja, dan status bekerja.
Dari seluruh sampel karyawan sejumlah 325 orang
yang diteliti, semuanya dapat mengisi dan
mengembalikan kuisioner yang diberikan.
Karakteristik responden penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Mayoritas, yaitu 191 (58,8%) responden adalah
wanita.
2) Mayoritas, yaitu 115 (35,4%) responden berusia
antara 46-55 tahun.
3) Sebagian besar, yaitu 167 (51,4) responden
berpendidikan SLTA.
4) Sebanyak 314 (96,6%) responden adalah pegawai
tetap.
5) Masa kerja responden, yaitu bekerja < 1 tahun
sebanyak 31 orang atau 9.5 %, antara 1-3 tahun
sebanyak 41 orang atau 12.6 %, antara 3–5 tahun
sebanyak 64 orang atau 19.7%, dan > 5 tahun
sebanyak 189 orang atau 58.2%
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
No. Simbol Variabel Penelitian Mean Kategori
1. X1 Motivasi Kerja 4.268 Tinggi
2. X2 Kepemimpinan 4.220 Baik
3. X3 Budaya Organisasi 4.368 Kuat
4. Z Kepuasan Kerja
Karyawan
4.643 Tinggi
5. Y Kinerja Perusahaan 4.572 Tinggi
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis 1: Motivasi kerja mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Hipotesis 2: Kepemimpinan mempunyai pengaruh
yang negatif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Hipotesis 3: Budaya organisasi mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Hipotesis 4: Motivasi kerja mempunyai pengaruh
yang positif tetapi tidak signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
Hipotesis 5: Kepemimpinan mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
Hipotesis 6: Budaya organisasi mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
Hipotesis 7: Kepuasan kerja karyawan mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan.
PEMBAHASAN
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa motivasi
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan, artinya bahwa motivasi
kerja memang sangat diperlukan oleh seorang
karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja
yang tinggi meskipun menurut sifatnya kepuasan
kerja itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda
antara satu orang dengan orang lainnya. Tetapi secara
keseluruhan, para responden menyatakan bahwa
selama bekerja di perusahaan mereka menyatakan
merasa puas atas motivasi kerja yang selama ini
diberikan oleh manajemen kepada para karyawan
perusahaan.
Hasil penelitian ini mendukung beberapa
pendapat dan teori tentang motivasi yang dikemukakan
oleh para ahli sebagai berikut: Robbins (2005:55);
Hodgets dan Luthans dalam Usmara (2006:14);
Aldag dan Stearns (1987) dalam Usmara (2006:15);
Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:89); Scott
dalam Sukarto (1999) dan Sutiadi (2003:3); Sperling
(1987:183), Stanton (1981:101) dalam Mangkunegara
(2005:93-94); Maslow dalam Usmara
(2006:18) dan Gibson, Ivancevich dan Donnely
(1992:92); Herzberg dalam Kreitner dan Kinichi
(2005:262); McClelland dalam Mangkunegara
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.10, NO. 2, SEPTEMBER 2008: 124-135
132
(2005:19), Usmara (2006:27), Suprihanto, Harsiwi,
Hadi (2002:48).
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepemimpinan
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan, artinya hasil dari
pelaksanaan aktivitas manajerial kepemimpinan yang
dijalankan belum tentu mempunyai dampak yang
selalu positif atau baik bagi organisasi, sebab semakin
tinggi pelaksanaan aktivitas manajerial kepemimpinan
dilakukan, maka akan berdampak pada
penurunan kinerja perusahaan dari waktu ke waktu.
Pelaksanaan aktivitas kepemimpinan yang lebih
banyak ke arah menekan karyawan bisa saja
menyebabkan seorang karyawan dapat mencapai
kepuasan dalam bekerja, tetapi belum tentu dapat
membawa pengaruh yang positif dalam pembentukan
kepribadian bawahan untuk ikhlas bekerja mencapai
tujuan organisasi.
Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa
pendapat dan teori tentang kepemimpinan yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: Dubrin
(2005:3); Agarwal (1984), Koontz (1984), Bartol
(1991) dalam Tika (2006:63); Kreitner dan Kinicki
(2005:299); Yukl (1989) dalam Kreitner dan Kinicki
(2005:300); Studi Universitas Negeri Ohio dalam
Robbins (1996:41-44); Hersey dan Blanchard dalam
Suryoputro et. al. (2005:1).
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa budaya
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan, artinya budaya organisasi
merupakan suatu konsep yang dapat dijadikan sarana
untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi,
strategi dan organisasi tugas, serta dampak yang
dihasilkan, karena tanpa ukuran yang valid dan
reliabel dari aspek kritis budaya organisasi maka
pernyataan tentang dampak budaya pada kepuasan
kerja karyawan dan kinerja perusahaan akan terus
berdasarkan pada spekulasi, observasi personal dan
studi kasus (Marcoulides dan Heck (1993) dalam
Brahmasari (2004:16)).
Hasil penelitian ini mendukung beberapa pendapat
tentang budaya organisasi yang dikemukakan
oleh para ahli sebagai berikut: Marcoulides dan Heck
(1993) dalam Brahmasari (2004:16); Schein dalam
Tika (2006:2); Deal dan Kennedy (1982) dalam Tika
(2006:16); Robbins (2001:528) dalam Koesmono
(2005:79).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari
Koesmono (2005:79) yang mengemukakan bahwa
budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan
kerja yang ditunjukkan oleh koefisien jalur = 2.078
dan p (0.000) < α (0.05) artinya budaya organisasi
secara positif dan searah berpengaruh terhadap
kepuasan kerja.
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja
Perusahaan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa motivasi
kerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan
terhadap kinerja perusahaan, artinya meskipun
motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja tetapi belum tentu mempengaruhi
kinerja perusahaan. Hal ini dapat terjadi
karena karyawan yang merasa puas karena telah
dipenuhi kebutuhannya oleh manajemen dapat
bekerja secara optimal. Belum optimalnya kerja
seorang karyawan dibatasi oleh adanya kebijakan
atasan misalnya berhubungan dengan waktu lembur,
yaitu karyawan yang telah terpuaskan kebutuhannya
merasa bahwa manajemen telah memberikan
penghargaan kepada dirinya sehingga dia merasa
harus bekerja dengan profesional artinya apabila
terdapat pekerjaan yang melekat pada dirinya yang
sampai dengan jam kerja belum selesai tetapi dapat
diselesaikan hari tersebut, karyawan tersebut
bermaksud untuk menyelesaikannya karena dedikasi
dan loyalitas terhadap pekerjaannya meskipun tidak
diperhitungkan waktu lembur. Tetapi pihak manajemen
menentukan bahwa sesuai ketentuan yang ada
hal tersebut tidak diperkenankan, akhirnya karyawan
tersebut akan menyelesaikan pada hari berikutnya.
Hal inilah yang salah satunya menjadi suatu pertimbangan
dan alasan bahwa motivasi kerja
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tetapi
motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan.
Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja
Perusahaan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepemimpinan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja perusahaan, artinya kepemimpinan
merupakan suatu upaya untuk memengaruhi banyak
orang melalui proses komunikasi untuk mencapai
tujuan organisasi diharapkan dapat menimbulkan
perubahan positif berupa kekuatan dinamis yang
dapat mengkoordinasikan organisasi dalam rangka
mencapai tujuan jika diterapkan sesuai dengan
koridor yang telah ditetapkan kedua belah pihak
sesuai dengan jabatan yang dimiliki.
Brahmasari: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
133
Hasil penelitian ini mendukung beberapa
pendapat dan teori tentang kepemimpinan yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: Dubrin
(2005:3); Agarwal (1984), Koontz (1984), Bartol
(1991) dalam Tika (2006:63); Kreitner dan Kinicki
(2005:299); Yukl (1989) dalam Kreitner dan Kinicki
(2005:300); Studi Universitas Negeri Ohio dalam
Robbins (1996:41-44); Hersey dan Blanchard dalam
Suryoputro et. al. (2005:1).
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Perusahaan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja perusahaan, artinya budaya organisasi yang
merupakan hasil dari interaksi ciri-ciri kebiasaan yang
mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam
lingkungan organisasinya, akan membentuk suatu
persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi
berdasarkan pada faktor-faktor seperti toleransi
resiko, tekanan pada tim, dan dukungan orang,
persepsi keseluruhan ini akan menjadi budaya atau
kepribadian organisasi tersebut yang mampu
mendukung dan mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan dan kinerja perusahaan serta dampak yang
lebih besar pada budaya yang lebih kuat.
Hasil penelitian ini mendukung beberapa
pendapat dan teori tentang budaya organisasi yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
Marcoulides dan Heck (1993) dalam Brahmasari
(2004:16); Schein dalam Tika (2006:2); Deal dan
Kennedy (1982) dalam Tika (2006:16); Robbins
(2001:528) dalam Koesmono (2005:79).
Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap
Kinerja Perusahaan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepuasan
kerja karyawan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya bahwa
secara umum kepuasan kerja karyawan yang tinggi
akan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil
penelitian ini mendukung pendapat Lawler dan Porter
(1967) dalam Usmara (2006:45) dan Hasibuan dalam
Sujak (1990) dan Sutiadi (2003:6). Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian Koesmono (2005)
memberikan suatu kesimpulan bahwa kepuasan kerja
secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap
kinerja.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan
Structural Equation Modeling (SEM) melalui
program AMOS versi 4.0 dan pembahasan hasil
penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal penting
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan
2) Kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan
3) Budaya organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
4) Motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan
5) Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan
6) Budaya organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan
7) Kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
Antoni Feri, 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Orientasi Tugas dan Orientasi Hubungan
terhadap Motivasi Kerja dan Dampaknya
pada Prestasi Kerja Pegawai Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya, Tesis
Universitas 17 Agustus Surabaya.
Brahmasari Ida Ayu, 2004. Pengaruh Variabel
Budaya Perusahaan terhadap Komitmen
Karyawan dan Kinerja Perusahaan Kelompok
Penerbitan Pers Jawa Pos, Disertasi Universitas
Airlangga, Surabaya.
Budiman Fransiska Maria, 2005. Pengaruh Variabel
Budaya Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan
suatu Studi pada Plaza Marina Surabaya,
Tesis Universitas 17 Agustus Surabaya.
Collins Eliza G.C., Devanna Mary Anne, 1994. The
Portable MBA (Terjemahan), Cetakan Pertama,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Damanhuri Didin S., 2003. SDM Indonesia Dalam
Persaingan Global, Jurnal Harian Sinar
Harapan, Bogor.
Djati Sundring Pantja, 2000. Dampak Pergeseran
Nilai-nilai Organisasi terhadap Kebijaksanaan
Sumber Daya Manusia dan Implikasinya,
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Universitas
Kristen Petra, Volume 2 Nomor 1,
Surabaya.
Djati Sundring Pantja, 1999. Pengaruh Variabelvariabel
Motivasi terhadap Produktivitas
Tenaga Kerja Karyawan pada Industri Rumah
Tangga di Kabupaten Sidoarjo, Jurnal
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.10, NO. 2, SEPTEMBER 2008: 124-135
134
Manajemen dan Kewirausahaan Universitas
Kristen Petra, Volume 1 Nomor 1, Surabaya.
Dubrin Andrew J., 2005. Leadership (Terjemahan),
Edisi Kedua, Prenada Media, Jakarta.
Ermayanti Dwi, Thoyib Armanu, 2001. Pengaruh
Faktor Motivasi terhadap Prestasi Kerja
Karyawan pada Kantor Perum Perhutani Unit
II Surabaya, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya Malang.
Gibson, Ivancevich, Donnely, 1997. Organizations
(Terjemahan), Cetakan Keempat, PT. Gelora
Aksara Pratama, Jakarta.
Indrawijaya Adam I., 2002. Perilaku Organisasi,
Cetakan Ketujuh, Sinar Baru Algensindo,
Bandung.
Johnson C. Merle, Redmon William K., 2004.
Mawhinney Thomas C., Handbook of Organizational
Performance (Terjemahan), Cetakan
Pertama, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Katzenbach Jon R., 1998. Real Change Leaders
(Terjemahan), Professional Book, Jakarta.
Koesmono H. Teman, 2005. Pengaruh Budaya
Organisasi terhadap Motivasi dan Kepuasan
Kerja serta Kinerja Karyawan pada Sub
Sektor Industri Pengolahan Kayu Ekspor di
Jawa Timur, Disertasi Universitas Airlangga,
Surabaya.
Kreitner Robert, Kinicki Angelo, 2005. Organizational
Behavior (Terjemahan) Buku 1, Edisi
Kelima, Salemba Empat, Jakarta.
Kreitner Robert, Kinicki Angelo, 2005. Organizational
Behavior (Terjemahan) Buku 2, Edisi
Kelima, Salemba Empat, Jakarta,
Kuncoro Mudrajad, 2003. Metode Riset untuk Bisnis
dan Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Mangkunegara Anwar Prabu, 2005. Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan
Keenam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mangkunegara Anwar Prabu, 2005. Perilaku dan
Budaya Organisasi, Cetakan Pertama, PT.
Refika Aditama, Bandung.
Mathis Robert L., Jackson John H., 2001. Human
Resource Management (Terjemahan) Buku 1,
Edisi Kesembilan, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.
Mathis Robert, L., Jackson John H., 2002. Human
Resource Management (Terjemahan) Buku 2,
Edisi Kesembilan, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.
Ndraha Taliziduhu, 2005. Teori Budaya Organisasi,
Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Nimran Umar, 2004. Perilaku Organisasi, Cetakan
Ketiga, CV. Citra Media, Surabaya.
Osada Takashi, 2004. The 5S’s: Five Keys to a Total
Quality Environment (Terjemahan), Cetakan
Kelima, Penerbit PPM, Jakarta.
Rachmany Hasan, 2006. Kepemimpinan dan Kinerja,
Cetakan Pertama, Yapensi, Jakarta.
Robbinss Stephen P., 2002. Essentials of Organizational
Behavior (Terjemahan), Edisi Kelima,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Robbinss Stephen P., 2001. Organizational Behavior
(Terjemahan) Jilid 1, Edisi Kedelapan, PT.
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Robbinss Stephen P., 1996. Organizational Behavior
(Terjemahan) Jilid 2, Edisi Ketujuh, PT.
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Sarjadi Soegeng, 2001. Otonomi Potensi Masa
Depan Republik Indonesia, Cetakan Pertama,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Schuler Randall S., Jackson Susan E., 1996. Human
Resource Management (Terjemahan) Jilid 1,
Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Siagian Sondang P., 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas
Kerja, Cetakan Pertama, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Simanjuntak Payaman, 2005. Manajemen Kinerja,
Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Suprihanto John, Harsiwi Th. Agung M., Hadi
Prakosa, 2003. Perilaku Organisasional,
Cetakan Pertama, Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi, Yogyakarta.
Suprihanto John, 2001. Penilaian Kinerja dan Pengembangan
Karyawan, Cetakan Kelima,
Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sylvana Andi, 2002. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja
Anggota Polri Polda Metro Jaya, Jurnal
Universitas Terbuka, Jakarta.
Tika H. Moh. Pabundu, 2006. Budaya Organisasi
dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Cetakan
Pertama, PT. Bhumi Aksara, Jakarta.
Brahmasari: Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
135
Thoyib Armanu, 2005. Hubungan Kepemimpinan,
Budaya, Strategi dan Kinerja: Pendekatan
Konsep, Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya Malang.
Tunggal Amin Widjaja, 2005. Tanya Jawab Budaya
Organisasi, Harvarindo, Jakarta.
Umar Husein, 2002. Metode Riset Bisnis, Cetakan
Kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Usmara A., 2006. Motivasi Kerja, Cetakan Pertama,
Puri Arsita Anam, Yogyakarta.
Usmara A., Dwiantara Lukas, 2004. Strategi Organisasi,
Cetakan Pertama, Amara Books, Yogyakarta.
Usmara A., 2004. Handbook of Organizations
(Terjemahan), Cetakan Kedua, Amara Books,
Yogyakarta.
Usmara A., 2003. Ideas at Work (Terjemahan),
Cetakan Pertama, Amara Books, Yogyakarta.
Wibowo, 2006. Manajemen Perubahan, Cetakan
Pertama, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Winardi, 2004. Manajemen Perilaku Organisasi,
Edisi Revisi Cetakan Pertama, Prenada Media,
Jakarta.
Wirjana Bernardine R., 2005. Supardo Susilo, Kepemimpinan,
Cetakan Pertama, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Yasa I Gede Adi, 2006. Pengaruh Karakteristik
Manajemen Karier terhadap Komitmen
Karyawan dan Dampaknya pada Prestasi
Kerja Karyawan PT. Adi Bharata Asty Denpasar,
Tesis Universitas 17 Agustus Surabaya.
Yasin Azis, 2001. Kepemimpinan dalam Pengembangan
Organisasi, Jurnal Lintasan Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Malang, Volume 18 Nomor 1, Malang.
Yuliani Heni, 2005. Pengaruh Faktor-faktor Motivasi
Kerja terhadap Produktivitas Kerja pada
Wartawan Deteksi Jawa Pos, Tesis Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya.
Praktik-Praktik Manajemen SDM Stategik (Heru Kurnianto Tjahjono)
PRAKTIK-PRAKTIK MANAJEMEN SDM STRATEGIK: PENGUJIAN EMPIRIS
UNIVERSALISTIK DAN KONTINJENSI DALAM MENJELASKAN KINERJA
ORGANISASIONAL1
Heru Kurnianto Tjahjono
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta
Abstract
There are several perspectives to explain the relationship between strategic human
resources management practices and organizational performance. This article discusses the
controversy within each perspective, which is universalistic and contingency perspectives. This
article tries to replicate some of Delerey and Doty’s research on modes of theorizing in
strategic human resource management. Strategic human resource management practices are
identified into seven practices and are used to develop argumentation from that individual
perspective. Organizational performance is measured by financial performance. The results
show that argumentations from those two perspectives can explain the variation levels within
financial performance.
Keywords: strategic HRM, universalistic, contingency, organizational performance
1. PENDAHULUAN
Dalam artikel yang ditulis oleh Delery dan Doty (1996) digambarkan pergeseran
dramatik dalam area manajemen sumberdaya manusia (MSM). Pergeseran tersebut secara
luas terkait dengan fokus MSM pada analisis mikro menuju analisis yang bersifat lebih makro
dengan perspektif stratejik. Perspektif stratejik mendorong munculnya peran MSM stratejik.
Peran tersebut semakin penting dalam organisasi baik manufaktur ataupun jasa, demikian pula
organisasi privat dan publik. Peran MSM semakin berkembang, tumbuh dan meluas serta
semakin kritikal dalam strategi dan bisnis (Gerhart dan Milkovich, 1990; Cutcher-Gershenfeld,
1991; Arthur, 1994; Ichniowski, Shaw dan Prennushi, 1994; McDuffie, 1995; Huselid, 1995;
Huselid dan Becker, 1996 dalam Delery dan Doty, 1996).
Perspektif resource-based view (Barney, 1991) berpandangan bahwa kapabilitas
sumberdaya manusia adalah sumberdaya potensial untuk sustainable competitive advantage
bagi organisasi (Wright dan McMahan, 1992). Hal tersebut digambarkan sebagai kapabilitas
sumberdaya manusia yang dapat membantu perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif
dengan praktik-praktik MSM dan mendorong fokus pada pelanggan.
Huselid (1995) berpendapat bahwa terdapat praktik-praktik terbaik manajemen
sumberdaya manusia yang akan memberikan kontribusi kinerja keuangan sesuai tujuan
stratejik mereka. Pandangan tersebut merefleksikan perspektif universalistik (Delaney, Lewin
dan Ichniowsky, 1989; Huselid, 1993, 1995; Osterman, 1994; Pfeffer, 1994). Argumentasi yang
dibangun adalah eksistensi “best practices” dalam pendekatan MSM stratejik (Delaney et al.,
1989; Huselid, 1993 dan 1995; Osterman, 1994, Pfeffer, 1994; Terpstra dan Rozell, 1993
dalam Delery dan Doty, 1996).
Perspektif universalistik di atas dianggap terlalu sederhana dalam menjelaskan
realitas. Pandangan berikutnya melihat bahwa interaksi bersifat lebih kompleks dibandingkan
hubungan linear sederhana yang digambarkan oleh perspektif universalistik. Pandangan
1 I am grateful to Ms. Fitri Nur Istiqomah, my assistance in this research
123
KINERJA, Volume 9, No.2, Th. 2005: Hal. 123-134
berikutnya mengadopsi perspektif contingency (Fombrum et al., 1984; Dyer, 1985; Schuler dan
Jackson, 1987; Milkovich, 1988, Lengnick dan Hall, 1988; Butler et al., 1991; Gomez-Mejia
dan Balkin, 1992 dalam Delery dan Dotty, 1996). Perspektif tersebut menyatakan bahwa
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang relevan akan berbeda
untuk tingkat variabel kontijensi kritikal yang berbeda. Perspektif ini mensyaratkan peneliti
untuk memilih suatu variabel untuk selanjutnya menspesifikasi bagaimana praktik sumberdaya
manusia secara individual akan berinteraksi dengan variabel contingency untuk menghasilkan
kinerja organisasional.
Artikel ini berusaha mengartikulasikan, menguji dan menganalisis kedua perspektif
tersebut, yaitu universalistik dan kontinjensi dalam penelitian empiris. Tujuh praktik-praktik
MSM dipilih sebagai konsepsi kerja dalam masing-masing perspektif dan kinerja keuangan
sebagai outcome dalam penelitian ini. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Delery
dan Doty (1996) yang mencakup tiga perspektif: universalistik, kontinjensi dan konfigurasional.
Penelitian ini mereplikasi sebagian apa yang pernah diteliti oleh Delery dan Doty (1996) yaitu
pada dua perspektif: universalistik dan kontinjensi. Kontribusi penting dalam penelitian ini
adalah pada masalah setting penelitian BMT-BMT di Indonesia, khususnya di DIY dan Jawa
Tengah.
2. TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penelitian tentang pengaruh praktik-praktik MSM terhadap kinerja organisasional
menunjukkan bahwa praktik-praktik tersebut merupakan determinan penting dalam
menjelaskan kinerja organisasional sehingga secara praktikal, seorang manajer dapat memilih
praktik MSM tertentu yang dapat mendorong kinerja organisasional. Pembahasan kedua
perspektif ini terkait dengan cara pandang kedua perspektif, yaitu universalistik maupun
kontinjensi terhadap fenomena organisasional.
2.1. Perspektif Universalistik
Pernyataan teoritikal tentang perspektif universalistik adalah bahwa hubungan antara
variabel independen tertentu dengan variabel dependen bersifat universal lintas populasi
organisasi. Dalam pengembangan prediksi universalistik terhadap konsep MSM stratejik
membutuhkan dua tahap (Delery dan Doty, 1996). Pertama, mengidentifikasi praktik-praktik
MSM stratejik yang penting bagi organisasi tersebut. Kedua, argumentasi dan penjelasan
bahwa terdapat hubungan antara praktik-praktik MSM secara individual terhadap kinerja
organisasional harus disajikan.
Secara konseptual dan empirikal, hubungan antara praktik-praktik MSM dengan
kinerja keseluruhan organisasi cukup banyak dijelaskan dalam literatur MSM. Namun demikian
tidak semua praktik-praktik MSM akan berhubungan erat dengan kinerja. Hanya praktik-praktik
MSM yang bersifat stratejik yang diyakini dapat menjelaskan kinerja keseluruhan organisasi
dengan baik. Penentuan apakah praktik-praktik MSM dipertimbangkan stratejik atau tidak
stratejik tergantung pada perkembangan konsensus di bidang tersebut. Delery dan Doty
(1996) dengan mempertimbangkan konsep teoritikal yang diajukan oleh Osterman (1987),
Sonnenfeld dan Peiperl (1988), Kerr dan Slocum (1987) dan Miles dan Snow (1984) dalam
Delery dan Dotty (1996) mengajukan tujuh praktik-praktik MSM yang dipertimbangkan sebagai
praktik-praktik MSM stratejik. Ketujuh praktik-praktik tersebut adalah: peluang karir internal
(internal career opportunities), sistem pelatihan formal (formal training systems), penilaian
kinerja (appraisals), pembagian keuntungan (profit sharing), keamanan kerja (employment
security), mekanisme penyampaian pendapat (voice mechanism) dan definisi pekerjaan atau
deskripsi pekerjaan (job description).
Secara lebih spesifik praktik-praktik tersebut adalah:
1. Peluang karir internal. Praktik MSM ini terkait dengan pasar buruh internal. Dengan kata
lain, organisasi dapat memilih mempekerjakan dari dalam atau dari luar perusahaan.
Peluang karir internal akan mendorong motivasi karyawan.
124
Praktik-Praktik Manajemen SDM Stategik (Heru Kurnianto Tjahjono)
2. Sistem pelatihan formal. Praktik MSM yang kedua merujuk pada sejumlah pelatihan
tertentu bagi karyawan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Pelatihan yang tepat
dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan karyawan dalam bekerja.
3. Penilaian. Praktik MSM ini dapat berbasis pada hasil atau perilaku. Penilaian berbasis
perilaku fokus pada perilaku individual sehingga dapat menjalankan pekerjaan dengan
efektif. Sedangkan penilaian berbasis hasil hanya berfokus pada konsekuensi perilaku
tersebut.
4. Perencanaan pembagian keuntungan. Praktik MSM keempat menekankan pada
keterikatan individu pada kinerja organisasional sebagai satu bagian integral, yaitu sistem
MSM stratejik. Karyawan diharapkan akan lebih memiliki kesamaan tujuan dengan
perusahaan.
5. Derajat keamanan kerja. Praktik MSM ini memberikan keamanan kerja bagi karyawan.
Praktik tersebut dinilai memiliki implikasi strategi yang penting, terutama terkait dengan
upaya menciptakan rasa aman bagi karyawan
6. Mekanisme penyampaian pendapat, baik sistem pengaduan formal dan partisipasi dalam
pengambilan keputusan telah muncul sebagai salah satu faktor kritikal. Dengan demikian
karyawan merasa sebagai bagian yang dihargai dalam organisasi.
7. Derajat pekerjaan dengan spesifikasi tightly atau narrowly, artinya pekerjaan tersebut
terkait erat dengan karyawan yang memahami isi pekerjaan secara tepat. Pekerjaan
dibatasi dalam area atau bidang tertentu. Bila mereka yang menjalankan tugas tidak
berkinerja baik maka tidak akan dipertimbangkan sebagai bagian dari pekerjaan itu.
Tugas-tugas pekerjaan cenderung dibentuk oleh pendefinisian deskripsi pekerjaan yang
baik dibandingkan aksi individu.
Schuler dan Jackson (1987) menyajikan daftar praktik-praktik MSM yang mempunyai
pengaruh terhadap kinerja organisasional. Demikian pula beberapa penelitian lainnya pada
bidang tersebut. Peneliti memandang bahwa ketujuh praktik tersebut bersifat kritikal pada
sistem-sistem pengelolaan karyawan atau tenaga kerja dalam organisasi. Peneliti dapat
menggunakan praktik-praktik tersebut secara individual dan kombinasi sebagai basis untuk
hipotesis yang konsisten dengan alternatif perspektif teori yang diteliti. Dalam prediksi
universalistik, peneliti mengadopsi perspektif universalistik yang menyatakan bahwa
penggunaan yang lebih baik dari spesifik praktik-praktik tenaga kerja akan selalu
menghasilkan prediksi yang lebih baik atau lebih buruk terhadap kinerja organisasional.
Leonard (1990) berpendapat bahwa organisasi yang memiliki perencanaan insentif
jangka panjang terhadap para eksekutifnya akan mendorong meningkatkan return on equity
(ROE) melampaui waktu empat tahun dibanding organisasi lainnya. Abowd (1990) dalam
Leonard (1990) menemukan bahwa kompensasi manajerial berbasis pada kinerja keuangan
organisasional signifikan berhubungan dengan kinerja keuangan di masa ke depan. Gerhart
dan Milkovich (1990) dalam Leonard (1990) dan menemukan bahwa pembayaran yang bersifat
mix akan berhubungan dengan kinerja keuangan. Terpstra dan Rozell (1993) menyatakan
bahwa lima “best” praktik-praktik staffing dan menemukan penggunaan praktik-praktik yang
memoderasi hubungan positif dengan kinerja organisasional. Akhirnya Huselid (1995)
mengidentifikasi kinerja organisasional dan level outcomes dan kelompok high performance
praktik-praktik kerja. Huselid (1995)memfokuskan pada penggunaan praktik MSM secara
simultan dan menyimpulkan bahwa MSM organisasi yang sesuai secara signifikan
berhubungan debngan turnover, produktifitas organisasional dan kinerja keuangan. Secara
keseluruhan level dukungan menghasilkan prediksi-prediksi universalistik yang menunjukkan
bahwa perspektif universalistik adalah perspektif teoritikal valid untuk para ahli di bidang
tersebut. Berdasarkan konstruksi teori dan konsep di atas, maka penulis menduga terdapat
hubungan positif antara praktik-praktik MSM yang high performance akan memprediksi
hubungan positif antara ketujuh praktik-praktik MSM dengan kinerja keuangan organisasi yang
diproksi dengan ROA. Hipotesis 1 sebagai berikut: terdapat hubungan positif antara kinerja
keuangan organisasi dan praktik-praktik MSM yang meliputi: 1) penggunaan karir internal; 2)
125
KINERJA, Volume 9, No.2, Th. 2005: Hal. 123-134
sistem-sistem pelatihan formal; 3) penilaian berorientasi hasil; 4) kompensasi berbasis kinerja;
5) keamanan kerja karyawan; 6) mekanisme penyampaian pendapat (voice mechanism) dan
pendeskripsian pekerjaan secara lebih luas (broadly defined jobs).
2.2. Perspektif Kontinjensi
Argumentasi yang dikonstruksi dalam perspektif ini adalah bahwa hubungan atau interaksi
antar variabel tidak bersifat hubungan linier sederhana seperti yang dikelompokkan ke dalam
teori-teori universalisitik (Schoonhoven, 1981; Van De Ven dan Drazin, 1985; Venkatraman,
1989 dalam Delery dan Dotty, 1996). Perspektif ini menempatkan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen yang relevan akan berbeda pada derajat yang berbeda
pada variabel kontinjensi kritikal. Selanjutnya perspektif kontinjensi ini membutuhkan seorang
peneliti yang akan memilih teori dan kemudian menspesifikasikan bagaimana praktik-praktik
MSM secara individual akan berinteraksi dengan strategi perusahaan sehingga menghasilkan
kinerja organisasi.
Dalam pemilihan tipologi yang akan digunakan sebagai variabel kontinjensi, penulis
merujuk pula pada penelitian yang dilakukan oleh Delery dan Doty (1996). Menurut Delery dan
Doty, pemilihan tipologi Miles dan Snow dalam teori strategi, struktur dan proses untuk studi
ini memiliki beberapa keunggulan. Pertama, tipologi tersebut menunjukkan prediktor yang
relatif powerful terhadap keefektifan organisasional (Doty et al., 1993 dalam Delery dan Doty,
1996). Kedua, Miles dan Snow (1984) dalam Delery dan Doty (1996) secara eksplisit
menyatakan bahwa teori mereka mempunyai implikasi terhadap kebijakan MSM organisasi.
Ketiga, teori tersebut secara umum telah digunakan dalam literatur MSM. Terakhir, studi-studi
saat ini menyajikan interpretasi teori Miles dan Snow dapat diinterpretasikan sebagai teori
kontinjensi ( Hambrick, 1983: Zajac dan Shortell, 1989).
Meskipun demikian teori Miles and Snow juga dapat digunakan dalam perspektif
konfigurasional (Doty et al., 1993, Segev, 1989) seperti yang dilakukan oleh Delery dan Doty
(1996) dalam penelitiannya. Namun dalam artikel ini, perspektif konfigurasional tidak
digunakan. Penginterpretasian teori Miles dan Snow (1978) sebagai teori kontinjensi
membutuhkan peneliti untuk mengidentifikasi variabel tunggal yang membedakan strategi
alternatif yang menspesifikasi teori aslinya. Beberapa penelitian terdahulu telah menggunakan
produk, servis dan inovasi sebagai variabel kontinjensi (Hambrick, 1983; Zajac dan Shortell,
1989). Perusahaan-perusahaan yang memiliki inovasi yang tinggi dipertimbangkan sebagai
prospectors, sedangkan perusahaan yang melakukan inovasi yang moderat dipertimbangkan
sebagai analyzers dan perusahaan yang sedikit melakukan inovasi dipertimbangkan sebagai
defenders.
Dalam penelitian ini, seluruh perusahaan dikarakterisasikan dengan variabel
kontinjensi inovasi. Dalam prediksi kontinjensi, hubungan antara penggunaan praktik-praktik
MSM spesifik dan kinerja organisasional akan kontinjen pada strategi organisasional (Jackson
et al., 1989) yang berdampak pada kesuksesan implementasi strategi. Eisenhardt (1988),
Fama (1980), serta Fama dan Jensen (1983) dalam Delery dan Doty (1996) juga menyatakan
hal yang sama, yaitu jika karyawan mengetahui apa yang harus mereka lakukan maka
kebijakan dan prosedur perusahaan akan mendukung mereka untuk konsisten dengan perilaku
tersebut.
Secara ringkas peneliti berpendapat bahwa implementasi praktik-praktik MSM akan
mendorong perilaku karyawan sehingga konsisten dengan strategi organisasional. Kesejajaran
antara strategi dan praktik-praktik MSM mendorong organisasi mencapai kinerjanya dengan
lebih baik. Hipotesis 2 adalah sebagai berikut: Strategi organisasional memoderasi hubungan
positif antara praktik-praktik MSM dan kinerja organisasional.
Berdasarkan paparan dan hipotesis tersebut, maka model penelitian yang digunakan
adalah sebagai berikut:
126
Praktik-Praktik Manajemen SDM Stategik (Heru Kurnianto Tjahjono)
Peluang karir internal
Pelatihan
Penilaian berbasis hasil
Pembagian keuntungan
Deskripsi pekerjaan
Partisipasi
Keamanan kerja Kinerja organisasional
Gambar 1
Perspektif Universalistik
Peluang karir internal
Pelatihan
Penilaian berbasis hasil
Pembagian keuntungan
Deskripsi pekerjaan
Partisipasi
Kinerja organisasional
Inovasi
Keamanan kerja
Gambar 2
Perspektif Kontinjensi
3. PEMILIHAN SAMPEL DAN METODA PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini ditujukan untuk memahami dua perspektif yang telah dibahas
sebelumnya dalam memahami fenomena praktik-praktik MSM dan kinerja organisasional.
127
KINERJA, Volume 9, No.2, Th. 2005: Hal. 123-134
Penelitian ini dilakukan pada industri tunggal yang spesifik sehingga diharapkan akan lebih
mudah dalam mengendalikan perbedaan-perbedaan dalam industri tersebut. Industri yang
dipilih adalah industri lembaga keuangan mikro syari’ah atau populer disebut BMT. Pilihan
pada industri tersebut didasarkan pada beberapa alasan, yaitu: 1) sejak tahun 1994, industri
ini mulai berkembang di Indonesia, khususnya propinsi DIY dan Jawa Tengah dan selanjutnya
tumbuh pesat dan digerakkan oleh komunitas orang yang relatif berpendidikan cukup baik: 2)
Seperangkat praktik-praktik MSM sudah mulai dikembangkan dengan baik oleh organisasi
BMT baik secara individu maupun kelompok asosiasi di antara BMT-BMT tersebut; 3)
pemilihan industri ini sekaligus menjelaskan batasan generalisasi dalam menginterpretasikan
hasil-hasil penelitian.
Peneliti menggunakan populasi BMT-BMT di propinsi DIY dan Jawa Tengah. Teknik
sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Data responden dikumpulkan dari
satu sumber (single source) yaitu manajer BMT dengan teknik purposive. Pertimbangannya
adalah bahwa organisasi BMT tidak terlalu besar dan manajer BMT cukup memiliki informasi
yang strategis.
Data dikumpulkan dengan kuesioner secara personal (personally administered
questionnaires) yaitu dengan cara mendatangi BMT yang digunakan sebagai sampel dan
meminta pimpinan BMT yang bersangkutan untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan.
Peneliti dibantu oleh seorang asisten peneliti untuk mengumpulkan kuesioner pada beberapa
BMT di DIY dan Jawa Tengah. Jumlah data BMT yang dapat digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 30 BMT.
Semua variabel independen (X) dan variabel kontinjensi diukur berdasarkan adaptasi
kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Delery dan Doty (1996). Sedangkan kinerja
keuangan diukur berdasarkan perkiraan pimpinan atas ROA yang dicapai perusahaan (dalam
persentase). Selanjutnya dari ROA yang dicapai diberikan skor berdasarkan selisih ROA tiap
tahunnya dan juga berdasarkan pengamatan dan diskusi selama melakukan kunjungan ke
BMT yang bersangkutan. Skor yang diberikan di mulai dari angka 1 untuk kinerja keuangan
sangat buruk sampai 5 untuk kinerja keuangan sangat baik.
Penilaian atau pemberian skor dari kuesioner untuk variabel independen dan variabel
kontinjensi dengan menggunakan Skala Likert. Kinerja keuangan (Y) diukur berdasarkan
perkiraan ROA dalam tiga tahun terakhir yaitu tahun 2001, 2002, 2003. ROA (Return On
Asset) adalah tingkat pengembalian/keuntungan atas total aktiva yang dimiliki BMT. Peluang
karir internal (X1) adalah kesempatan jenjang karir yang disediakan oleh BMT berdasarkan
kemampuan yang dimiliki masing-masing karyawan.
Pelatihan (X2) adalah pemberian tambahan ilmu pengetahuan baik itu dari luar BMT maupun
dari dalam BMT. Penilaian berdasar hasil (X3) adalah penilaian yang dilakukan oleh atasan
untuk melakukan penilaian yang didasarkan pada hasil pekerjaan yang dilakukan karyawan.
Keamanan kerja (X4) adalah jaminan atas keamanan dan kenyamanan karyawan saat mereka
bekerja sehingga karyawan memiliki intention to live (keinginan untuk te tap tinggal/kerja di
BMT). Partisipasi (X5) adalah BMT memberikan peran aktif bagi karyawannya untuk
menyampaikan pendapatnya dalam pengambilan keputusan organisasional. Deskripsi
pekerjaan (X6) adalah gambaran tentang pekerjaan yang akan dilakukan oleh karyawan. Profit
sharing atau pembagian keuntungan (X7) adalah ukuran besarnya bonus yang diberikan oleh
BMT kepada karyawannya adalah sebanding dengan keuntungan yang diterima BMT. Inovasi
adalah sifat kreatif dari manajer BMT untuk memenangkan persaingan dalam mendapatkan
nasabah. Inovasi dapat dilakukan pada pelayanan, produk BMT ataupun manajemen yang
dipakai.
4. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
Total kuesioner yang dapat digunakan sebanyak 30 kuesioner dari 44 kuesioner yang
didistribusikan. Lama berdiri masing-masing BMT kurang lebih 4-5 tahun. Sebelum data
dianalisis, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dengan menggunakan uji
128
Praktik-Praktik Manajemen SDM Stategik (Heru Kurnianto Tjahjono)
reliabilitas dan validitas. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi. Uji reliabilitas
yang akan digunakan adalah reliabilitas konsistensi internal (internal consistency reliability),
yaitu mengukur konsistensi di antara butir-butir pernyataan dari kuesioner. Indikatorrnya
adalah Cronbach’s Alpha dengan rule of thumb sebesar 0.6 (Nunnaly, 1969 dalam Ghozali,
2002). Sedangkan uji validitas dilakukan untuk menguji keakuratan instrumen pengukur
(kuesioner) dengan menggunakan korelasi Pearson product moment.
Untuk menguji hipotesis, data yang terkumpul akan dianalisis dengan software
komputer yaitu program SPSS (Statistical Package for the Sosial Sciences) 11.5 dengan
menggunakan alat bantu statistik regresi berganda dan regresi hirakikal. Regresi berganda
digunakan untuk menguji hipotesis pertama atau menggunakan persepsi universalistik.
Sedangkan regresi hirarkikal digunakan untuk menguji hipotesis kedua.
Uji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji korelasi antara skor masingmasing
pertanyaan dengan total skor (Ghozali, 2002). Dari uji Korelasi Pearson terlihat bahwa
korelasi antara masing-masing skor pertanyaan terhadap total skor butir-butir pertanyaan
menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf sigifikansi 5 % dan 1 %. sehingga dinyatakan
valid.
Uji Reliabilitas untuk mengukur suatu keusioner yang merupakan indikator dari
variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban sesorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2002).
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan One shot atau pengukuran sekali saja. Di sini
pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau
mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Untuk melakukan uji reliabilitas ini peneliti
menggunakan SPSS dengan uji stastistik Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel
dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 ( Nunnally, 1969 dalam
Ghozali, 2002).
Ringkasan hasil uji reliabilitas dan validitas dapat dilihat dalam tabel 1 dan 2.
Tabel 1
Ringkasan Uji Reliabilitas
variabel Alpha Status
Peluang karir internal 0,6188 Reliable
Pelatihan 0,7542 Reliable
Penilaian berdasar hasil 0,8697 Reliable
Keamanan kerja 0,6112 Reliable
Partisipasi 0,7004 Reliable
Deskripsi perkerjaan 0,6470 Reliable
Inovasi 0,732 Reliable
129
KINERJA, Volume 9, No.2, Th. 2005: Hal. 123-134
Tabel 2
Uji Korelasi Pearson Antar Variabel
Variabel perform Career Train Appr jobsec Partisip jobdesk profsh
Career 0,538** (0,6188
)
Training 0,080 0,240 (0,7542)
Appraisal 0,286 0,41*** 0,293 (0,8697
)
Jobsecurt
y
0,192 -0,006 -0,232 0,337 (0,6112)
Partisipas
i
0,043 0,37*** 0,595** 0,658** 0,066 (0,7004)
Jobdeskri
p
0,300 0,41*** 0,579** 0,555** 0.154 0,568** (0,6470)
Profshar -0,129 -0,111 0,176 -0,029 0,158 0,107 0,162 (0,732)
Inovasi 0,051 0,41*** 0,325 0,173 -0,245 0,040 0,168 -0,229
** * korelasi signifikan pada 0.01
** korelasi signifikan pada 0.05
Pada uji korelasi di atas dapat dilihat bahwa antar variabel independen dan antara
variabel independen dengan variabel dependen memang terdapat hubungan walaupun ada
beberapa yang tidak cukup signifikan. Demikian pula hubungan yang cukup erat antara
beberapa variabel independen. Menurut Ghozali (2002), jika angka korelasi antar variabel
independen mencapai 80 % maka terdapat multikolinearitas atau pengukuran variabel yang
sama tetapi dianggap berbeda dari korelasi tersebut. Jika hal ini terjadi maka data tersebut
tidak dapat digunakan untuk melakukan analisis regresi.
Tabel 3
Hasil Uji t Untuk Pengujian Universalistik
Unstandardize Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std.
Error
Beta t Sig
1 (Constant) 1.567 1.72 0.911 0.372
CAREER 0.579 0.207 0.529 2.796 0.011
TRAINING 0.241 0.421 0.141 0.573 0.573
APPRAI 0.134 0.209 0.165 0.641 0.528
JOBSECUR 0.234 0.237 0.195 0.984 0.336
PARTICIP -0.643 0.397 -0.426 -1.62 0.119
JOBDESK 0.169 0.297 0.138 0.568 0.576
PROFITSH -0.099 0.176 -0.099 -0.562 0.58
a. Dependent Variable: PERFORMA
Uji t pada table 3 di atas menyatakan bahwa dari ketujuh praktik MSM hanya peluang karir
internal yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Namun demikian
hasil telah menunjukkan dukungan pada perspektif universalistik.
130
Praktik-Praktik Manajemen SDM Stategik (Heru Kurnianto Tjahjono)
Tabel 4
Hasil pengujian regresi kontinjensi
Variabel-variabel ROA
β ΔR²
PRAKTIK - PRAKTIK MSM
Peluang karir internal 0.590 *** 0.29
Pelatihan 0.137 0.006
Penilaian kinerja 0.233 0.082
Pembagian keuntungan 0.129 0.017
Keamanan kerja 0.230 0.031
Mekanisme partisipasi 0.064 0.002
Deskripsi pekerjaan 0.368 0.090
INOVASI 0.087 0.003
INTERAKSI-INTERAKSI
INOVASI x 1 0.563 * 0.122
INOVASI x 2 0.411 0.045
INOVASI x 3 0.045 0.001
INOVASI x 4 0.177 0.011
INOVASI x 5 0.626 0.088
INOVASI x 6 0.354 0.034
INOVASI x 7 0.634 ** 0.157
** * korelasi signifikan pada 0.01
** korelasi signifikan pada 0.05
* korelasi signifikan pada 0.1
Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi inovasi dan peluang karir internal berpengaruh
signifikan terhadap kinerja keuangan dengan α = 0.1. Interaksi inovasi dan deskripsi pekerjaan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan dengan α = 0.05 Keduanya mendukung
argumentasi pada hipotesis kontinjensi.
5. SIMPULAN
Tampak bahwa dari tujuh variabel praktik-praktik MSM, hanya peluang karir internal
yang mempengaruhi kinerja keuangan secara kuat. Namun demikian hasil empiris tersebut
mendukung argumentasi perspektif universalistik. Hal tersebut menunjukkan bukti bahwa
terdapat “best practices” di dalam praktik-praktik MSM stratejik.
Pembahasan selanjutnya untuk pengujian hipotesis kedua atau pengujian secara
kontinjensi. Perspektif ini membahas bagaimana inovasi mempengaruhi hubungan antara
praktik-praktik MSM stratejik dengan kinerja keuangan. Dari hasil analisis dapat dikatakan
bahwa inovasi merupakan variabel pemoderasi dari hubungan beberapa praktik MSM terhadap
kinerja keuangan.
Mengenai variabel pemoderasi, Prescott (1986) menyatakan bahwa terdapat beberapa
tipe variabel pemoderasian yang sering dibahas dalam penelitian, di antaranya yaitu quasi
moderators dan pure moderators. Dikatakan quasi moderators jika variabel moderasi
berhubungan secara signifikan dengan variabel independen (ditunjukkan dengan uji korelasi
antar variabel) dan berpengaruh signifikan pada analisis regresi. Sedangkan dikatakan
sebagai pure moderators jika variabel moderasi tidak berhubungan secara signifikan dengan
variabel independen (juga dibuktikan dengan uji korelasi antar variabel) dan berpengaruh
131
KINERJA, Volume 9, No.2, Th. 2005: Hal. 123-134
signifikan yang dibuktikan dengan analisi regresi. Hasil menunjukkan bahwa inovasi berperan
sebagai pure moderators.
Beberapa kelemahan dalam penelitian ini adalah: 1) desain penelitian cross-section
menyebabkan penelitian ini tidak dapat menangkap secara utuh hubungan sebab akibat yang
terjadi di dalamnya; 2) hasil penelitian ini mempunyai kemampuan generalisasi yang rendah,
karena kecilnya sampel dan teknik sampling yang digunakan bersifat non-random; 3) untuk
merepresentasikan unit analisis organisasi, peneliti menggunakan satu sumber, yaitu manajer
BMT; 4) tipe pekerjaan tidak diidentifikasi secara detil dalam penelitian ini.
Pengembangan kajian mengenai perspektif ini perlu dilakukan dengan desain
penelitian longitudinal sehingga dapat lebih menangkap fenomena hubungan sebab akibat
secara lebih baik. Di samping itu, teknik random sampling, teknik pengumpulan data dengan
multi sources penting dipertimbangkan agar hasil lebih menggambarkan fenomena yang dikaji.
Identifikasi jenis pekerjaan juga menjadi hal yang penting, terkait dengan variasi yang tinggi
antara tipe perkerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, (1994), “Effects of Human Resources System on Manufacturing Performance and Turnover”,
Academy of Management Journal, 37: 670-687.
Bacharach, (1989), “Organizational Theories: Some Criteria for Evaluation”, Academy of Management
Review, 14: 496-515.
Bae dan Lawler, (2000), “Organizational and HRM Strategies in Korea: Impact on Firm Performance in An
Emerging Economy”, Academy of Management Journal, 43: 502-517.
Baird dan Meshoulam, (1988), “Managing Ttwo Fits of Strategic Human Resource Management”,
Academy of Management Review, 13: 116-128.
Barney, (1991), “Firm Resources and Sustained Competitive Advantage”, Journal of Management, 17: 99-
120.
Becker, (1996), “The Impact of Human Resources Management on Organizational Performance: Progress
and Prospects”, Academy of Management Journal, 39: 779-801.
Butler, Ferris dan Napier, (1991), Strategy and Human Resources Management, Cincinnati: South-
Western.
Conner dan Ulrich, (1996), “Human Resources Roles: Creating Value, Not Rethoric”, Human Resources
Planning, 19 (3): 38-49.
Delaney dan Huselid, (1996), “The Impact of Human Resources Management Practices on Perceptions of
Organizational Performance”, Academy of Management Journal, 39: 949-969.
Delery dan Doty, (1996), “Modes of Theorizing in Strategic Human Resource Management: Tests of
Universalistic, Contingency and Configurational Performance Predictions”, Academy of
Management Journal, 39: 802-835.
Earley dan Erez, (1997), New Perspectives on International Industrial Organizational Psychology, The
New Lexington Press San Fransisco.
132
Praktik-Praktik Manajemen SDM Stategik (Heru Kurnianto Tjahjono)
Ghozali, Imam, (2001), Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Hambrick, (1983), “Some Tests of The Effectiveness and Functional Attributes of Miles and Snow’s
Strategic Types”, Academy of Management Journal, 26: 2-26.
Hitt, Bierman, Shimizu, dan Kochhar, (2001), “Direct and Moderating Effects of Human Capital on Strategy
and Performance in Professional Service Firms: A Resource-Based Perspective”, Academy of
Management Journal, Vol.44. No.1: 13-28.
Huselid, (1995), “The Impact of Human Resources Management Practices on Turnover, Productivity and
Corporate Financial Performance”, Academy of Management Journal, 38: 635-672.
Huselid, Jackson, dan Schuler, (1997), “Technical and Strategic Human Resources Management
Effectiveness as Determinants of Firm Performance”, Academy of Management Journal, 40: 171-
188.
Jackson, Schuler, dan Rivero, (1989), “Organizational Characteristics as Predictors of Personnel
Practices”, Personnel Psychology, 42: 727-786.
Kamoche, (1996), “Strategic Human Resource Management Within a Resource-Capability View of The
Firm, Journal of Management Studies, 33: 213-233.
Lado dan Wilson, (1994), “Human Resource Systems and Sustained Competitive Advantage: A
Competency-Based Perspective”, Academy of Management Review, 19: 699-727.
Leonard, (1990), “Excecutive Pay and Firm”, Industrial and Labor Relation Review, 43: 13-29.
Lepak dan Snell, (1999), “The Human Resource Architecture: Toward a Theory of Human Capital
Allocation and Development”, Academy of Management Review, 24: 31-48.
Miles dan Snow, (1978), Organizational Strategy, Structure and Process, New York: McGraw-Hill.
Miner, B. Johns, (1980), Theories of Organizational Behavior, USA: The Dryden Press.
Mintzberg, Ahlstrand, dan Lampel, (1998), Strategy Safari: A Guided Tour Through The Wilds of Strategic
Management, The Free Press.
Pfeffer, J., (1982), Organizations and Organization Theory, USA: Pitman Publ. Inc.
Prescott, E. John, (1986), “Environments As Moderators of Relationship Between Strategy and
Performance”, Academy of Management Journal, Vol.29, No.2: 329-346.
Sandberg, (2000), “Understanding Human Competence At Work: An Interpretative Approach”, Academy
of Management Journal, Vol.43. No.1: 9-25.
Schuler dan Jackson, (1987), “Linking Competitive Strategies With Human Resource Management
Practices”, Academy of Management Excecutive, 1(3): 207-219.
Snell dan Youndt, (1995), “Human Resource Management and Firm Performance: Testing a Contingency
Model of Executive Controls”, Journal of Management, 21: 711-737.
133
KINERJA, Volume 9, No.2, Th. 2005: Hal. 123-134
Smircich, (1983), “Concepts of Culture and Organizational Analysis”, Administrative Science Quarterly, 28:
339-358.
Teare dan Dealtry, (1998), “Building & Sustaining a Learning Organization”, The Learning Organization,
MCB University Press. Vol.5. No.1: 47-60.
Terpstra dan Rozell, (1993), “The Relationship of Staffing Practices to Organizational Level Measures of
Performance”, Personnel Psychology, 46: 27-48.
Wayne, Liden, Kraimer, dan Graf, (1999), “The Role of Human Capital, Motivation & Supervisor
Sponsorship in Predicting Career Success, Journal of Organizational Behavior, No.20: 577-595.
Welbourne dan Cyr, (1999), “The Human Resource Executive Effect in Initial Public Offering Firms”,
Academy of Management Journal, Vol.42. No.6: 616-629.
Wright dan McMahan, (1992), “Theoritical Perspectives for Strategic Human Resources Management,
Journal of Management, 18: 295-320.
Wright dan Snell, (1998), “Toward a Unifying Framework for Exploring Fit and Flexibility in Strategic
Human Resource Management”, Academy of Management Review, 23: 756-772.
134

TUGAS PEREKONIMIAN INDONESIA EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM BAGI PEREKONOMIANINDONESIA

MAKALAH PEREKONIMIAN INDONESIA
EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM BAGI PEREKONOMIANINDONESIA











OLEH
DEDI ABDUL MAKKI (2090810003)
 
 
JURUSAN MANAJEMEN.A (MARKETING)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2011







EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA

1.   PENDAHULUAN
 Salah satu hajat besar penyelenggaraan pemerintahan dalam negara  adalah meningkatkan kesejahteraan hidup warganya, melalui pelaksanaan proses pembangunan di berbagai bidang. Nampak jelas semenjak orde baru memegang kendali pemerintahan, telah menempatkan pertumbuhan ekonomi dalam paradigm pembangunan nasiona ldengan salah satu strateginya adalah menguatkan peran konglomerasi perusahaan transnasional untuk eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, sehingga diharapkan adanya Trickle Down Effect bagi masyarakat dalam mendapatkan jatah hasil pembangunan.Menurut sistem hukum yang ada di Indonesia, bahwa SDA dan hutan dikuasai  oleh Negara cq pemerintah. Ruang partisipasi masyarakat dalam pengelolahan hutan, baik secara individu maupun komunal, cenderung kebaikan, kalah dengan kepentingan capital(modal) yang mendapat dukungan tegas dari pemerintah, karena pemerintah mendapat tekanan kuat dari para pemodal internasional(investor).
Dampak dari pola pengelolaan SDA kita yang menitik beratkan pada eksploitasi secara besar-besaran, bermuara pada terjadinya degradasi dan deforestasi yang massive bagi sumber daya alam dan hutan, tidak kurang dari 2 juta tiap tahunnya, SDA kita hancur, dan hampir di setiap titik investasi terjadi konflik penguasaan SDA terjadi manakala struktur dan tatanan hokum tidak lagi berpihak pada keadilan untuk pemenuhan hak-hak masyarakat local, yang tergantung hidupnya dari daya dukung linkungan dan hutan.Salah satu buah dari salah urusnya kekeyaan SDA adalah terjadinya krisis energy yang kita saat ini. Harga BBM,listrik dan kebutuhan pokok lainnya yang kian melambung tinggi sehingga hampir sulit dijangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat terutama yang hidup merana dalam lingkungan kemiskinan. Ini terjadi karena SDA di Indonesia kebanyakan dikuasai oleh pihak asing. Ironis memang, kekayaan alam melimpah diberikan kepada orang luar sementara kehidupan masyarakat kita kian sulit mendapatkan BBM dengan harga terjangkau.Kemiskinan telah menjadi permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, hingga maret 2006 penduduk miskin Indonesia mencapai 39,05 juta orang atau 17,75 % dari total penduduk sebesar 220 juta orang, dan yabg tinggal didesa mencapai 63,4 (BPS. Kemiskinan adalah indicator terjadinya defisit kedaulatan dan keadilan. Kemiskinan terjadi akibat merosotnya ketahanan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat, akibat hilangnya potensi ketahanan dan daya dukung lingkungan hidup.
2.   Rumusan Masalah
A. Eksploitasi SDA di Indonesia
B. Problematika SDA/ lingkungan
C. Penghancuran lingkungan hidup
D. Jalan pintas menuju kebangkrutan bangsa

PEMBAHASAN

A.    Eksploitasi SDA di Indonesia
Eksploitasi adalah upaya atau tindakan penguasaan dan penguasaan untuk mengeruk dan menguras potensi sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia(tenaga kerja murah). Keadaan Indonesia sebagai Negara berkembang  telah mendorong penyelenggara pemerintahan memanfaatkan keberadaan sumber daya alam yang melimpah, dengan harapan terjadinya percepatan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat, dan terjaganya stabilitas ekonomi secara nasional.
Kerentanan ekonomi sebagai Negara berkembang  dimanfaatkan secara sempurna oleh kekuatan ekonomi Negara maju melalui multikorporasi yang berusaha menjalin kerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan investasi pada berbagai bidang, seperti bidang kuhutanan, pertambangan dan energy, perkebunan, pesisir dan kelautan, ekonomi dan perdagangan, dll.
Ketika mesin ekonomi  kapitalisme berputar cepat di Indonesia melakukan eksploitasi SDA, maka ketika itulah mencuat geliat perambahabn SDA dari keberadaan mega-mega proyek industry skala besar diberbagai bidang. Tidak heran dari ujung paling barat Wilayah Indonesia sampai paling timur, kini telah di eksploitasi secara membabi buta, wilayah Sumatra dirubah menjadi lading minyak, gas, dan sawit. Kalimantan untuk tambang batu bara dan mineral. Hal serupa juga terjadi dipulau jawa, Sulawesi dan irian jaya.

B.     Problematika SDA/Lingkungan

SDA adalah kekayaan bangsa yang tak ternilai bagi manusia, yang telah memberikan dorongan bagi berlangsungnya proses kehidupan dalam peradaban yang saling menguntungkan, sehingga manusia dapat hidup secara layak dan harmonis karena layanan alam yang menjadi penopangnya.
Namun ketika kapitalisme dan komoditasasi SDA dan hutan yang ternyata menyebabkan suatu krisis hubungan antara manusia dan SDA. Pola hubungan eksploitatif oleh kekuatan capital dalam pengolahan SDA dan hutan investasi belum menunjukkan dorongan terhadap rasa keadilan dan berkelanjutannya bagi rakyat banyak.
Komersialisasi dan moneteralisasi diberbagai bidang secara pasti telah memarginalkan dan menyingkirkan peran masyarakat local dalam pengelolahan SDA, sehingga hampir semua titik yang sudah mengeksploitasi SDA selalu menorah masalah yang kerap mencuat kepermukaan, diantaranya:
1.      Konflik Berkepanjangan
Dalam sejarah eksploitasi SDA dalam skala besar yang melibatkan perusahaan  besar dan agen kapitalisme global, selalu ada terjadi konflik itu terjadi antar masyarakat yang pro dan kontra, antara masyarakat masyarakat yang dirugikan dengan pihak perusahaan maupun antar masyarakat dengan pemerintah.
Ada 3 hal pokok yang melatar belakangi konflik-konfik penguasaan SDA dan hutan, yaitu:
Pertama; kuatnya intervensi modal dalam system ekonomi nasional yang berujung pada pemihakan yang berlebihan pada capital dari penyelenggaraan Negara.
Kedua; dominannya pemerintah dengan memposisikan diri sebagai yang paling menentukan arah pembangunan, sehingga sentralisasi keputusan dan kebijakan pemerintah menjadi hal yang lumrah saja, tidak perduli terhadap keberadaan masyarakat lokal yang tergantung hidupnya dari sumber daya hutan.
Ketiga; lemahnya jaminan dan perlindungan formal Negara terhadap hak-hak masyarakat lokal atau adat dalam perundang-undang nasional.

2.      Pemiskinan Masyarakat Asli
Indonesia adalah Negara tropis yang kebanyakan warganya hidup mengandalkan basis ekonomi agraris, sehingga tingkat ketergantungan hidup masyarakatnya dari kekayaan agraria dan SDA sekitarnya sangat kuat.
Namun ketika investasi dalam meluruhlantakan SDAnya maka dapat dipastikan terjadi penyingkiran yang sistematik. Masyarakat dari sumber kehidupannya dan pasti proses produksi masyarakat asli akan terganggu dan menjadi tidak berdaya(miskin). Ini terjadi tentunya karena masyarakat kehilangan hak atas tanah, kehilangan hak atas hutan dan SDAnyayang selama ini telah memberikan sumbangsih bagi kehidupannya.

3.      Penghancuran Lingkungan Hidup
      Eksploitasi juga sangat berdampak kepada penghancuran dan pemusnahan spesies dan keaneragaman hayati perusahaan-perusahaan seperti perusahaan pertambangan dan penerbangan kayu merupakan kegiatan kegiatan manusia yang paling merusak menurut lingkungan hidup, seraya memainkan peran penting bagi musnahnya dengan cepat hutan-hutan yang tumbuhnya lambat serta rawa-rawa. Hilangnya habitat-habitat yang kerap kali tidak dapat digantikan itu sedang menguras gudang keaneragaman hayati dunia.

4.      Ancaman Bencana Alam
      Terjadinya konversi lahan hutan kepada berbagai kegiatan industri, membawa dampak kepada kerusakan ekologis dan ekosistem, dan inilah yang telah mempengaruhi daya dukung lingkungan, sehingga menyebabkan petaka bagi kelestarian keanekaragaman hayati, bagi kesediaan air, bagi kenyamanan iklim tropis.
      Dampak lingkungan kian hari daya dukung lingkungan, sehingga bencana alam selalu dating silih berganti di Negara ini. Banjir, tanah longsor, kekeringan/pemanasan global, gempa bumi, perubahan iklim dan kebakaran hutan menjadi musibah yang selalu akrab mengintai masyarakat yang berada didekat lokasi titik kerusakan lingkungan hidup.
5.      Jalan Pintas Menuju Kebangkrutan Bangsa
      SDA Indonesia melimpah menjadi incaran para investor asing dan mendapat sambutan yang hangat dari pemerintah lewat keleluasaan yang diatur dalam UU penanaman modal asing. SDA kita telah dikuasai oleh pihak asing, jadi sudah berapa besarkah kekayaan alam kita yang dikuras dibawa keluar negeri.
      Sementara pendapatan Negara hanya didapat dari royalty, pajak dan iuran perusahaan yang tidak seberapa bila dibandingkan yang dibawa keluar Indonesia.pengelola yang salah selama ini dianggap prestasi monumental dalam kolongmerasi SDA dan hutan yang identik dengan praktek kapitalisme, dan memarginalkan masyarakat yang survival dari sumber daya hutan.




PENUTUP

1.   Kesimpulan dan Saran
      Eksploitasi  SDA telah dijadikan alat bagi percepatan pertumbuhan ekonomi Negara, dan secara pasti telah meningkatkan akumulasi asset bagi Negara- Negara yang menguasi modal dan teknologi. Eklpoitasi besar besaran yang di klakukan telah mengingkari democratisasi ekonomi.secara umum dapat di katakana bahwa SDA kita tidak dikelola secara benar, karena lebih mengedepankan orientasi ekonomi bagi segelintir orang dan golongan dari berbagai tingkatnya sehingga saat ini sebagian besar rakyat kita menghadapi kesulitan hidup dalam situasi krisis multidimensi,
      Dari beberapa masalah di atas meski di kembangkan suatu strategi nasional untuk menyelamatkan asset SDA kita yang masih tersisa, dengan menghentikan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi SDA  dalam skala besar.
      Secara regulative perlu upaya untuk mengembangkan kebijakan yg berorientasi pada pelestarian lingkungan yang berpihak pada masyarakat.






DAFTAR PUSTAKA
Adam , Patricia. 1991 .Odious Debs.Jakarta: PT. Binarena Pariwara
Perkins, Jhon.1995.Masa Depan Bumi. Jakarata : Yayasan Obor Indonesia.  

Total Tayangan Halaman